18/07/12

Mein Liebe -part 4-

Title : Mein Liebe -part 4-
Author : Nobi Ururi
Genre : Angst/Hurt/Comfort
Rating : PG-13
Disclaimer : ung.. Cerita dibawah ini milik saya ^^
Warning : MPREG

***

''A-Aoi nii-san?'' ujar Ruki tergagap.

''Hai, Ru~'' sapanya. ''Kau tak mau mepersilahkan kakakmu ini untuk masuk?'' tanyanya.

''Ah, iya silahkan~'' Ruki menggeser tubuhnya, untuk mempersilahkan laki-laki yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya tersebut.

Pemuda berpercing tersebut lalu masuk kedalam apartement yang lumayan mewah milik Ruki. Ia lalu menjatuhkan tubuhnya keatas sofa empuk yang ada di ruang santai.

''Hm.. Tidak berubah!'' gumamnya. ''Ngomong-ngomong dimana Reita?''

Ruki terpaku, baru saja ia akan melangkah namun pertanyaan itu membuatnya terdiam bingung dengan jawaban apa yang harus ia katakan padanya. Ruki belum mengatakan pada Aoi bahwa ia telah putus dengan Reita sejak 2 bulan lalu. Ia begitu takut dengan reaksi Aoi pada Reita, apalagi Aoi adalah seorang yang tempramental.

''Re-Reita.. D-Dia..'' Ruki gugup, apa yang harus dijawabnya. Apakah ia harus jujur pada Aoi atau kah ia harus membohonginya, tapi Ruki bukanlah sosok yang dapat dengan mudah berbohong.

Aoi mengalihkan pandangannya pada Ruki, ia mengernyit heran dengan kelakuan Ruki. Sepertinya ada yang tidak beres pikirnya. Ia berdiri dari duduknya melangkah mendekati pemuda mungil tersebut dan ini membuat Ruki menggigil gemetar.

''Ada apa, Ru? Kau putus dengan Reita?''

Nyut~

Tiba-tiba saja dada Ruki terasa sesak. Oh, tidak pertanyaan itu telak menusuk hatinya membuat ia semakin mendudukan kepalanya.

''Jadi, benar Reita memutuskanmu? Apa pemuda brengsek itu masih belum insyaf akan kelakuannya?'' gigi Aoi saling bergeletuk(?) dengan suara yang penuh dengan ancaman.

''A-''

''Sekarang jejak apa yang ditinggalkan padamu, Ru?'' tanyanya dengan pandangan tajam. ''Aku yakin dia pasti meninggalkan 'sesuatu' padamu Ru, aku tau kelakuannya,'' Aoi menghela napasnya. ''Jadi, bisa kau jelaskan padaku?''

Tak terasa mata bulat milik Ruki berkaca-kaca, membuat pandangannya mengabur. Ia tak sanggup untuk menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya. Terlalu banyak beban yang ditanggungnya saat ini. Dan itu membuatnya frustasi.

''Hiks..'' isakan kecil keluar dari bibir tipisnya dan sedetik itu pula ia langsung menghamburkan dirinya memeluk erat Aoi dan menangis tersedu dipelukannya.

***

'Reita berjalan melangkahkan kakinya pada padang rumput luas, ia menghirup dalam-dalam udara sejuk sambil merentangkan kedua tangannya dengan lebar. Udara Tokyo yang ia tinggali selama ini tak akan bisa seperti ini, yang kadang membuatnya sesak.

Damai.

Itulah kesan Reita saat ia berdiri disini. Perasaan ini tak pernah ia dapatkan sebelum. Namun ini terlalu sunyi. Reita tidak suka situasi seperti ini karena ia biasa hidup ditengah hiruk pikuk kota Tokyo yang tak pernah mati. Dan juga Reita menyukai suara dentuman musik diskotik yang hampir setiap minggu tak pernah ia lewatkan.

Tapi, ada yang aneh disini.

''Tepat apa ini?'' gumamnya. Apakah ada tempat seperti ini di Jepang? Ini terlalu sunyi dan tenang. Sejauh mata Reita memandang hanya ada warna hijau rumput serta biru langit yang ia liat. Tak ada tanda-tanda kehidupan selain dirinya dan itu membuat bulu kuduknya berdiri.

Ada rasa takut yang tiba-tiba menyergap hatinya.

Pemuda bernoseband itu lalu mengarahkan pandangannya kesekeliling tempat ia berdiri. Berharap bahwa ada sosok lain yang bisa ia tangkap dari kedua mata tajamnya.

Nihil.

Karena seberapapun ia mencoba mencari tetap tak ada orangpun disini.

''Dimana ini?'' gumamnya.

''Tou-san.. Tou-san..'' Reita berjengit kaget saat dirasanya ada sebuah tangan mungil yang menarik bajunya. Siapa?

Reita menundukan kepalanya kesamping. Pandangannya menangkap tubuh mungil anak perempuan berusia sekitar 5 tahun yang ada di disampinya. Anak itu begitu cantik dan imut memakai dress berwarna putih, matanya berwarna hitam bulat dan pipinya chubby seperti milik Ruki.

ーTunggu, Ruki?

Reita mengusap wajahnya frustasi.

''Tou-san..'' panggil anak tersebut sekali lagi.

Ehー Tou-san? Tunggu, kalo dipikir-pikir sejak kapan anak ini ada disampingnya? Setaunya tadi ia tidak melihat siapapun ada disini kecuali dirinya.

''A-aku bukan ayahmu anak manis,'' ia mensejajarkan tubuhnya dengan anak perempuan tersebut dan dibalas dengan gelengan.

Tangan mungilnya lalu menunjuk kearah kanan Reita. ''Kaa..'' ujarnya yang dengan otomatis membuat Reita menolehkan kepalanya. Ia melihat sesosok tubuh yang berdiri tak jauh darinya namun sosok itu tak begitu jelas.

Gadis kecil lalu melambaikan tangannya, ''Kaa, sampai jumpa.'' seyum ceria mengembang di bibir tipis miliknya dan setelah itu sosok yang dipanggil ibu oleh Gadis kecil itu berbalik pergi menjauhinya. Dan setelah itu pula pandangan Reita menjadi gelap.'

***

''Hhh...'' Aoi menghela nafasnya. Ia pikir hubungan Ruki & Reita yang terjalin selama 1,5 tahun akan bisa merubah sifatnya. Namun ternyata pikirannya salah. Ia salah besar menganggap Reita akan berubah.

Sekali Playboy tetap lah Playboy. Dan sekali brengsek tetaplah brengsek.

''Jadi, apa yang ia 'tinggalkan' padamu?'' tanyanya sekali lagi.

Ruki tercekat, Aoi memang hapal betul hal apa yang akan menjadi sebuah ending dari sifat playboy Reita. Karena Aoi adalah kakak Reita jadi ia tau betul bagaimana sifat Reita.

Sebenarnya Ruki begitu bingung dengan sifat kedua kakak beradik tersebut. Aoi terlalu baik sangat baik walau ia mempunyai sifat yang temparamen tapi setidaknya Aoi adalah sosok yang sangat bertanggung jawab. Berbeda sekali dengan Reita yang mempunyai sifat urakan, seorang bad boy sejati.

''Ru..'' suara Aoi membuyarkan lamunan sesaat Ruki. ''Ayo, katakan sejujurnya padaku.'' lanjutnya.

''A-Aku...'' Ruki menggigit bibir bawahnya. ''Aku..''

''Ayolah, Ru!''

''A-Aku, aku..''

***

Reita terbangun dari tidurnya, ia lalu duduk dan menyandarkan kepalanya. Mengusap wajahnya secara kasar.

''Mimpi apa tadi?'' gumamnya.

Aneh.

Sangat aneh malah.

''Ada apa?'' tanya sebuah suara yang berasal dari sampinya.

''Tidak ada apa-apa. Tidurlah.'' Reita tersenyum sambil mengelus kepala dari pemilik suara tadi. ''Maaf aku mengganggu tidurmu,'' ia lalu mengecup keningnya.

''Um..'' sosok itu menganggukan kepalanya, lalu kembali memejamkan matanya.

''Hhh..'' Reita menghela nafasnya dengan berat. Sebersit pemikiran tentang Ruki tiba-tiba saja datang.

''Apa ini ada hubungannya dengan Ruki?''

TBC

25/01/12

[Short Fanfic] Untitled

Title : Untitled
Author : Nobi Ururi
Genre : -
Rating : PG
Disclaimer : Tora dan Saga milik diri mereka masing-masing.
Warning : no edit. Abal-abal. Cerita ngalor ngidul (?) diketik lewat henpon trus di copaste.

***

Saga melangkah gontai masuk kedalam studio yang masih sepi. Jam sekarang menunjukan pukul 8.30 dan biasanya latihan akan dimulai satu setengah jam lagi dan itu berarti ia terlalu cepat untuk datang kesini. Terlalu banyak pikiran atau mungkin kenangan akan anjing hitamnya yang bernama Chiko yang amat ia sayangi akan terus menghantui pikirannya. Sudah sejak 2 hari lalu, sejak kematian anjing tersebut. Rasanya baru kemaren ia membesarkan anjing hitam itu.

Ia ingat dulu saat ayahnya datang dengan menggendong seekor anak anjing berwarna hitam yang meringkuk di dalam dekapan ayahnya. Ia begitu sangat senang sekali. Karena sebelumnya ayahnya tak memperbolehkan ia memelihara binatang.

Dan ia ingat betul saat suatu malam ah, bukan lebih tepatnya ia sering sekali tanpa sengaja menginjak tubuh Chiko karena warnanya yang hitam dan juga karena saat itu suasana yang gelap di malam hari. Kenangan-kenangan itu yang akan terus berputar dibenaknya. Ia sangat suka sekali menempelkan pipinya ke kepala Chiko.

Saga duduk dipojok studio dengan wajah menunduk. Chiko anjing kesayangannya yang selama 17 tahun menemaninya dalam suka maupun duka. Tak ada lagi gonggongan Chiko. Tak ada lagi Chiko yang berdiri di depan pintu rumahnya saat ia pulang menyambut dirinya.

Kriet!

Tap.. Tap.. Tap..

Saga tetap menundukan wajahnya, ia tak peduli dengan orang yang sedang berjalan ke arahnya. Namun saat ia melihat sepasang sepatu yang berdiri didepannya. Ia tau siapa orang itu. Mata Saga mulai berkaca-kaca. Namun, lama kelamaan bulir-bulir air mata jatuh kepipinya. Dengan cepat jari jemarinya meremas baju orang yang ada dihadapannya.

''Tora...'' gumamnya. Saga mengigit bibirnya.

''Hn?''

''Ung...'' laki-laki cantik itu menyandarkan kepalanya ke perut laki-laki yang bernama Tora tersebut.

''Sssh.. Sudah,'' Tora mengelus rambut Saga yang berwarna kecoklatan.

''Tapi-''

''Kita bisa membelinya lagi,'' ia menundukan tubuhnya untuk mengecup puncak kepala Saga. ''Apa kau sudah makan?'' tanyanya. Yang hanya dijawab dengan anggukan.

''Kalau begitu, ayo temani aku makan.'' Lelaki tinggi itu lalu menarik tangan Saga. Mengenggamnya dengan erat.

Blam!

Dan pintu studio itu pun akhirnya tertutup dengan rapat.

OWARI



A/N : ff-nya aneh ya? ==a saya jadi bingung sendiri. Gak jelas. Gak ada plotnya.