27/02/11

Mein Liebe -Part 1-

Title : Mein Liebe -Part 1-
Author : Nobi Ururi
Bands : The GazettE
Genre : Romance/Angst
Rating : PG-13
Disclaimer : Cerita dibawah ini asli pemikirankuh
A/N : Ancur… Maaf kalo jelek tapi, saiia udah berusaha ..

Kepala Ruki terkulai lemas diatas meja makan, wajahnya pucat dan sejak tadi tatapannya kosong. Sudah dua jam setelah ia terbangun dari tidurnya dan kini jam telah menunjukan angka 9. Ia masih belum beranjak dari tempatnya. Dan sejak dua jam yang lalu pula, Ruki harus mondar-mandir dari kamar mandi hanya untuk sekedar mengeluarkan cairan atau sisa makanan yang ia makan kemarin.

“Reita-san.. hiks…” suara isakan kecil keluar dari bibir mungilnya.

“Kau jahat padaku… Kenapa kau melakukan ini padaku? Apa salahku…??” Ruki memejamkan matanya.

Miris.

Miris sekali jika kau bisa merasakan ini. Lelaki yang sangat kau sayangi meninggalkanmu. Ya, Ruki tau bagaimana konsekuensinya jika ia mencintai Reita.

Dicampakan.

Ditinggalkan.

Dan…

Dibuang.

Seperti pepatah ‘Habis manis sepah dibuang’. Dan Reita hanya akan memanfaatkannya, bukan demi uang. Karena reita bukanlah sesosok pria yang menginginkan sebuah kematrealistisan *A/N: bener gak nih kalimat?*, mungkin.. tubuhmu? Ah, Reita hanyalah sesosok orang yang susah ditebak akan jalan pemikirannya.

“Reita, kau membuatku menderita akan kelakuan bejatmu ini,” tangannya ia pukulkan kemeja dengan pelan. Isakan-isakan kecil terus meluncur dari bibirnya.

xxxxxxxxx

“Bagaimana tidurmu?” tanyanya lembut sambil mengusap rambut coklat madu itu.

“Um.. aku masih mengantuk..,” pemilik rambut coklat itu mengerjapkan matanya lalu bangun terduduk diatas ranjang.

Reita tersenyum manis ketika melihat sang kekasih yang masih acak-acakan karena tidurnya. “Kau manis sekali,” ujarnya berbisik ditelinga Uru yang-kini pipinya bersemu merah.

“Dasar gombal,” Uru melemparkan bantal yang ada didekatnya.

“Hey, aku serius..” Reita tertawa akan reaksi Uruha.

“Ini masih pagi dan kau.. “ tunjuknya pada Reita, “sudah mengeluarkan kata-kata romantis”

“Tapi, kau sukakan?” goda Reita.

“HENTIKAN ITU REITTAAA….” Teriak Uru.

Xxxxxxxxx

Kini jarum jam sudah tak menunjukan angka 9 lagi. Jam 12.45. Yah, kini Ruki masih tetap bertahan pada posisinya. Terdiam dengan tatapan kosong. Seperti tubuh yang tak memiliki jiwa.
Mencoba menutup matanya berharap, rasa kantuk akan membawanya kesebuh mimpi yang dapat menenngkan jiwanya.

...





“Ruki..”

Siapa?

“Berthanlah..”

Siapa kau?

“Demi aku..”

A-aku.. tak tau dirimu… siapa kau?

“Demi anak yang kau kandung saat ini.. ”







Ruki membuka matanya dan menegakan tubuhnya cepat-cepat. “Mimpi apa itu?” Ruki menggigit bibirnya pelan, mencoba menghapus kegaluan yang kini merambat masuk kedalam pikirannya.

“Mungkinkah.. “ pandangannya tertuju pada perutnya. “A-apa itu kau? Kau yang ada didalam tubuhku ini?” dengan pelan Ia mengusap perutnya.

“Apa kau ingin aku terus mempertahankanmu?” bisiknya, “Hhh.. Baiklah, aku akan mencobanya” ia menghela nafasnya pelan, senyum kecut berkembang dibibirnya.

….

….

….

“Ugh… Sepertinya kita harus makan dulu, kau mungkin lapar,” ujar Ruki lalu, ia beranjak dari tempat duduknya menuju dapur.

“Ah, hanya ada satu bungkus mie ramen ung..” ujarnya. “Yang penting aku makan saja dulu, nanti sore sebaiknya aku pergi kesupermarket saja,” Ruki mengagguk-anggukan kepalanya sambil menyiapkan alat memasak untuk merebus mie ramennya.

Xxxxxxxxxxxx

Jam 2.31 pm

“Hey, hari ini kita mau kemana Rei?” tanya Uru. Ia kini sedang menggelayut manja pada tangan Reita.

“Hm… sebaiknya kita kesupermarket dulu, persediaan makanan sudah mulai menipis,” jawabnya.

“Ok! Aku juga ingin membeli sesuatu. Kita berangkat jam berapa?”

“Sekitar 30menit lagi saja”

Xxxxxxxxxxxx

Ruki membereskan peralatan makanannya. Ia sedang mencuci mangkok kotor dengan diiringi suara merdu Ruki. Wajahnya kini tak sepucat tadi dan kini rona ceria mulai kembali kewajah imutnya walau, rasa galau dan sedih masih terpancar diwajahnya.

Kini keputusannya sudah bulat. Ini demi janin yang kini berada ditubuhnya, bukan demi dirinya juga bukan demi Reita yang kini entah hilang kemana. Ruki sudah tak mau lagi memikirkan Reita yang hanya bisa membuatnya sakit dan jatuh terpuruk lebih dalam lagi.

Reita hanya masa lalunya.

Reita hanya kesalahannya.

Reita hanya sebuah sumber rasa sakitnya.

“Hhh…” Ruki menghela nafasnya pelan, “aku akan melupakanmu..” bisiknya.







Kaki mungilnya melangkah tanpa ragu menyusuri deretan pertokoan yang berjejer dengan rapihnya. Sekali-kali matanya nampak mengawasi deretan pajangan-pajangan yang berada didepan toko-toko, entah itu barang elektronik, jam, baju atau sepatu yang bermerk terkenal. Dan kadang ia berhenti sejenak namun dengan cepat ia kembali meneruskan langkahnya.

‘Aku ragu kalo kandunganku sudah besar bisa berjalan-jalan seperti ini lagi, hihihi…’ pikirnya sambil terkikik geli.

Mungkin membayangkan Ruki dengan baju khas ibu-ibuh hamil *dan hey, Rukikan memang sedang hamil muda –dan kandunganya yang sudah besar sambil berjalan-jalan. Dan err.. mungkin dia akan seperti boneka Teddy Bear yang besar-yang bisa berjalan-jalan kesana kemari xDDD . Ok, ini tidak lucu. Dan bayangkan sendiri bagaimana wujudnya x3 .

Akhirnya Ruki sampai pada tempat tujuannya, yaitu Supermarket yang memang letaknya cukup dekat dengan apartermennya yaitu, hanya sekitar 2 blok saja.

Ruki masuk kedalam, namun sebelumnya ia mengambil kereta dorong. Matanya menyusuri setiap jejeran barisan makanan yang berjejer rapih. Ia mengambil beberapa sayuran dan buah-buahan. Tangannya dengan cekatan mengambil keperluan yang ia butuhkan selama sebulan ini.

Ruki nampak kesusahan ketika ia harus mengambil barang yang letaknya berada dipaling atas rak. Tangannya mencoba menggapainya namun hasilnya nihil. Ketika ia mencoba ingin loncat, Ruki harus mengurungkan niatnya untuk tidak membahayakan keselamatan janinnnya.

“Ung.. bagaimana ini kenapa tinggi sekali sih tempatnya?” gerutu Ruki, “Terus kenapa tidak ada orang yang lewat dilorong ini sih?? Sepi sekali” Ruki mendongakan kepalanya keatas, matanya menatap tajm kearah barang itu seakan jika dengan sebuah tatapan mata, maka akan beralih dengan sendirinya. Tapi, mustahil karena ini bukan cerita fantasy.

Namu sebuah lengan dengan cekatan mengambilnya. Ruki mengalihkan pandangannya menuju arah sampingnya. Kini seoarang pemuda tinggi, berambut coklat, dan bermata coklat, menyodorkannya.

“Ini.. “ujarnya sambil tersenyum manis.

“Ah, terimakasih” Ruki tersenyum membalasnya, ia lalu memasukan barang itu kedalam keranjang dorongnya. Dan sebelum ia benar-benar pergi dari tempat itu, ia sempat membungkukan tubuhnya.







“Huft… capek,” keluhnya, sambil menghempaskan tubuhnya kesebuah sofa kecil.

“Oh, aku harus menelpon Kai-chan..” gumamnya. Dengan tangan yang lincah ia mulai merogoh-rogoh kantong jaketnya. Setelah ia mendapatkan hal yang diinginkan, cepat-cepat ia menekan tombol-tombolnya.

“Moshi-moshi..” seru orang yang ada diseberang sana.

“Ka-kai-chan.. ini Ruki,”

“Eh, ada apa Ru? Tumben sekali kau meneleponku..”

“Bi-bisakah.. ka-kau membantuku?” tanyanya.

“Akan kuusahakan semampuku”

Ruki terdiam sebentar, ia menggigit bibirnya pelan.

“A-aku.. ha-hamil.. bi-bisakah ka-kau membantuku??”

“EH? Coba ulangi lagi.”

Ruki menghela nafasnya pelan. “A-aku.. Ha-hamil.”

“EH!!?? KOK, BISA?” teriak Kai.


Bersambung ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar