27/02/11

Mein Liebe chap 2

Title : Mein Liebe -part 3-

Author : Nobi Ururi

Bands : The GazettE, KRA yg lain nyusul

Genre : Romance/Angst

Rating : Pg-13

Disclaimer : Dibawah ini adalah milik saiia bukan orang lain.

A/N :



“Kandunganmu baik-baik saja, ru!” ujar Kai sambil memasukan teleskopnya kedalam kantong jas yang berwarna biru itu. “Yang penting kau harus selalu menjaga kandunganmu saja,” lanjutnya. Ruki lalu turun dari atas ranjang yang berwarna putih itu, mengikuti Kai yang kini duduk di kursi kerjanya.

“Um, okeh!” Ruki menganggukan kepalanya.

“Hahaha… Kau bersemangat sekali sih, Ru?” Kai mengacak-acak rambut coklat Ruki.

“Memangnya tidak boleh?” Ruki mengerucutkan bibirnya dan merapikan rambutnya yang berantakan karena ulah Kai tadi. Ruki jadi ingat akan ekspresi Kai saat ia menelponnya.



Flashback



Ruki menghela nafasnya pelan. “A-aku.. Ha-hamil.”



“EH!!?? KOK, BISA?” teriak Kai.



Ruki menjauhkan ponselnya dari telinganya. “Jangan, teriak-teriak, Baka. Kau membuatku tuli saja. DAN HEI, KAUKAN DOKTER? Kenapa tanya padaku? akukan tak mengerti.”



“Eh, gomen, gomen..” jawabnya sambil cengengesan. “Hahaha.. aku Cuma kaget saja. Kupikir temanku tak ada yang mengalami MPREG”



“Eh, aku pikir cuma aku saja” ujarnya polos. “Jadi, bukan aku saja ya? Yang mengalami MPREG?”



“Hahaha.. kalau kau ingin tau lebih baik kau datang saja kesini.” Tawarnya.



“Um, baiklah aku akan datang ke rumah sakit saja.”



“Oh, ya! Lebih baik kau datang saat jam 9.30 saja, aku akan memberikan waktu khusus untukmu”



“Baik, arigatou”



End Flashback



“Tapi, Ru…” suara Kai membuyarkan lamunan Ruki. Wajahnya kini beruah menjadi serius. “Biasanya yang MPREG tidak akan selamat saat ia melahirkan kemungkinannya kecil untukmu bisa bertahan hidup. Jadi..” kai terdiam sesaat. “Kau hanya punya 2 pilihan untukmu menggugurkannya atau bertahan dengan taruhan nyawamu?” tanyanya.



Ruki terdiam sesaat. Lalu ia menghela nafasnya. “Aku akan bertahan Kai, bagaimanapun kondisinya aku akan bertahan,” Ruki menundukan kepalanya, matanya mulai panas. Ini adalah janjinya pada si jabang bayi.



“Terserah kau sajalah, Ru. Percuma aku melarangmu kau ‘kan orang yang keras kepala,” ujar Kai sambil menyenderkan tubuhnya pada kursi kerjanya. “Aku hanya bisa membantumu dan memantau perkemangan janinmu saja,” sambungnya.



Ruki mengangkat kepalanya, senyum tipis terpampang dibibir mungilnya, “sankyuu~ Kai-chan” serunya sambil tersenyum lebar.



“Tapi, ngomong-ngomong kau hamil gara-gara siapa?” tanyanya sambil memicingkan matanya.



“Reita,” ujar Ruki sambil memberikan tatapan polos.



“Hah!!! Kapan kau melakukannya?” raut wajah kaget tergambar jelas di wajahnya.



“Sekitar dua bulan yang lalu, sebelum aku dan Reita putus,” Kai menernyitkan dahinya atas peranyataan yang dilontarkan oleh Ruki.



“Ck.. kau bodoh, Ru!” celetuk Kai sambil menopang wajahnya.



“Eh..” Ruki mengernyitkan dahinya. “Maksudmu?” tanyanya bingung.



“Iya, kau bodoh. Mau saja diperbudak oleh Reita yang brengsek itu. Kau tau ‘kan sifat dia itu seperti apa?”



“Ya, ta-tapi..”



“Ck.. percuma aku ngomong panjang lebar tentangmu dan Reita, karna kau itu terlalu polos, ru. Kau terlalu naïf untuk menyadarinya”



Ruki menundukan wajahnya, merasa kalau memang ia terlalu bodoh mau saja diperdaya oleh Reita. Tapi, sesungguhnya ia terlalu mencintai lelaki itu. Mungkin cintalah yang telah membutakannya. Padahal belum tentu Reita mencintai dirinya.



“Aku tau aku terlalu bodoh, Kai. Tapi, aku juga terlalu mencintainya…” ucap Ruki sambil menggigit bibir bawahnya.



“Yayaya…” Kai memutar bola matanya, “dan dia juga terlalu bodoh karena tak mnyadari betapa besar cintamu padanya, Ru” ucapnya sinis.



----



“Rei, mau kemana kita hari ini?” ujar Uruh sambil bergelayut manja di lengan Reita.



“Menurutmu bagaimana?” godanya sambil mengelus rambut coklat madu milik Ururu. “Bagaimana kalu kita ke hotel?” bisiknya, senyum licik berkembang dibibirnya. Sedangkan Uruha hanya tersipu malu dengan ucapan Reita.



“Kau ini, masih tidk cukup yang tadi malam?” tanyanya sambil memukul lengan Reita pelan.



“Hahaha.. aku hanya bercanda,” kekehnya sambil mengacak rambut Uru.



“Kau merusak tatanan rambutku, Rei!” Uruha mengerucutkan bibirnya, sambil merapikan rambutnya kembali.



“Maaf, tapi bagaimana kalau kita ke café saja?” usulnya.



“Baiklah.. Tunggu disini sebentar aku akan mengambil mantel terlebih dahulu.”



-----



Cklek…



Sebuah kepala menyembul dari balik pintu. Membuat Kai dan Ruki menghentikan pembicaraan mereka dan menoleh kearah pintu. Sesosok lelaki mungil dan manis tampak sedang menatap kearah mereka berdua. Tampaknya lelaki itu merasa tak enak hati karena telah menganggu mereka.



“Ah, apa aku mengganggu kalian?” tanyanya sambil mengigit bibir bawahnya.



“Tidak, kemarilah,” jawab Kai sambil tersenyum lembut. Dengan ragu-ragu ia mulai melangkahkan kakinya yang mungil kearah Kai. Lelaki itu bahkan lebih mungil dari Ruki, tingginya saja mungkin sekitar 155cm berbeda sekitar 6-7cm dari Ruki. Dan Ruki terus memperhatikan pemuda itu.



“Ru, kenalkan ini Keiyuu pacarku,” rona merah jelas tergampar dipipinya saat Kai memperkenalkan dirinya sebagai pacarnya.



Ruki lalu beranjak dari tempat duduknya dari atas ranjang rumah sakit.



“Namaku Takanori Matsumoto, tapi kau bisa memanggilku Ruki,” ujarnya memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.



“Aku Keiyuu, senang berkenalan denganmu,” Keiyuu membalas uluran tangan Ruki sambil tersenyum manis.



“Hahaha… Kalian ini sungguh manis sekali,” Ruki terkekeh pelan.



“Apanya yang lucu, Ru?” tatapan tajam Kai langsung terarah ke Ruki.



“Tidak,” ia menggelengkan kepalanya pelan. “Sepertinya aku harus pulang,” lanjut Ruki.



“Kau tak mau makan siang bersama kami, Ru?”



“Um.. sepertinya tidak, aku tidak mau mengganggu kalian,” ia tersenyum manis. “Ada yang harus aku kerjakan, bersenang-senanglas,” goda Ruki sambil mengedipkan matanya dan ia pun keluar dari ruangan Kai.



---



“Kau mau pesan apa, Rei?” Tanya Uru sambil melihat buku Menu.



“Hem.. Aku minta Capupccino dan Strawberry Shortcake saja,” ujarnya.



“Tumben kau pesan makanan manis, Rei?” uruha mengerutkan dahinya dan menatap Reita aneh.



“Tiba-tiba saja aku ingin makan manis, Ru,”



“Oh..!”



Reita memandang keluar jendela, udara hari ini sungguh dingin walaupun belum memasuki musim dingin. Dengan orang berlalu-lalang dengan mantel-mantel mereka yang hangat. Nmun matanya tak sengaja menatap sesosok pemuda mungil yng berjlan tertatih-tatih, tanganya tampak sedang memegang perutnya kelur dari rumah sakit. Wajahnya tampak pucat, tatapannya kosong namun senyum tak terlepas dari bibir mungilnya.



Ya, pemuda mungil itu adalah Ruki, mantan kekasihnya. Ia tampak sangat berantakan ketika terakhir kalinya ia bertemu dengn mantan kekasihnya yang mungil itu, sekitar 2 bulan yang lalu. Ada rasa sesak ketika ia melihat sosok itu, begitu rapuh. Apakah ia merindukannya? Reita menggelengkn kepalanya. ‘Itu tak mungkin. Aku tidak mencintainya,’ pikir Reita.



“Rei, kau dengar aku tidak sih?” ucapan kesal menydarkn Reita dari lamunnny.



“Ah, Gomen-“ maafnya, “-kau bicara apa, Ru?”



“Tidak jadi,” kesal Uru. Reita mengedipkan bahunya tidak tau. Saat ia kembali menolehkan pandngannya pda sosok itu, pemuda mungil itu hilang.



‘Apa yang kau lakukan di rumah sakit itu, Ru?’



---



Ruki menyenderkan kepalanya kepinggir jendela bus, matanya menatap kosong kearah luar jendela dan tangannya mengusap-usap pelan perutnya. Kata-kata yang diucapkan Kai tadi seperti kaset rusak yang terus ,mengulang-ulang perkataan Kai tadi.



“Biasanya yang MPREG tidak akan selamat saat ia melahirkan kemungkinannya kecil untukmu bisa bertahan hidup. Jadi..”



“Kau hanya punya 2 pilihan untukmu, menggugurkannya atau bertahan dengan taruhan nyawamu?”



Ruki mengigit bibir bawahnya rasa galau, kesedihan, cemas, dan bingung kini melanda dirinya. Peratanyaan akan bagaimana jika anaknya lahir dan dirinya telah tiada kini berputar-putar dibenaknya.



“Tuhan, kuatkanlah diriku,” daan setetes air mata jatuh dari mata indahnya.



-bersambung-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar